Berbahasa Lampung Bersama Junaiyah

Berbahasa Lampung Bersama Junaiyah Source Picture : bdl crew

KAMUS Bahasa Lampung karya Van der Tuuk datang kembali ke Lampung. Kabar itu serasa menjadi darah segar yang mengalir deras masuk pembuluh tubuh Junaiyah H. Matanggui. Rasa ingin tahu yang terus menggelegak dalam pikiran penggiat bahasa dan pelestarian bahasa Lampung itu.

Tak pelak, saat kamus yang dibuat di Telukbetung dan Lampung Tengah pada masa penjahahan Belanda itu dihadirkan di Hotel Emersia, akhir Februari lalu, Junaiyah begitu antusias. “Saya ingin kongres bahasa Lampung jadi diselenggarakan,” kata lulusan tercepat program S-3 Pendidikan Bahasa UNJ ini berapi-api.

Wanita kelahiran Negerituho, Sukadana, ini merupakan sarjana muda angkatan pertama Fakultas Keguruan Universitas Lampung dengan predikat lulusan tercepat.

Berkat kecerdasannya dalam ilmu bahasa, ia pun bisa melanjutkan pendidikan S-1 di FKSS IKIP Yogyakarta dan juga bisa menyelesaikan pendidikannya dengan baik sehingga lagi-lagi Ia pun mendapat predikat sebagai lulusan tercepat.

“Alhamdulillah, saya selalu mendapat predikat lulusan tercepat pada setiap angkatan, kecuali saat menempuh S-2,” kata wanita yang suka membaca ini.

Kecerdasannya dalam ilmu bahasa membuatnya memperoleh banyak kemudahan. Berbagai tawaran beasiswa hingga pekerjaan pun bisa mudah didapatkannya. Tapi, itu semua tidak datang begitu saja, ia harus berjuang ekstrakeras.

Saat masih muda dulu, selepas pulang sekolah, Junaiyah selalu mengulang mata kuliah yang diperoleh di bangku kuliah. Ia juga rajin menyambangi perpustakaan kampusnya untuk menambah wawasannya di bidang bahasa. Ia juga tak sungkan-sungkan untuk bertanya kepada dosennya saat menemui kesulitan dalam mata kuliah. Tak heran, Junaiyah muda kala itu begitu aktif di kelas.

Peduli Bahasa Lampung

Junaiyah merupakan sosok yang tak asing bagi para penggiat bahasa Lampung di Bumi Ruwai Jurai ini. Kepeduliannya kepada bahasa Lampung begitu besar. Pada 1997, dia beserta rekan-rekannya mengikuti seminar bahasa Lampung.

Antusiasme para penggiat bahasa Lampung pun begitu besar. Tentunya hal ini membuat Junaiyah dan rekan-rekannya semakin bersemangat untuk terus mengembangkan bahasa Lampung. Ia yakin bahwa bahasa Lampung tidak akan punah selama masih ada penggiat, penutur, dan pemerintah yang peduli dengan bahasa Lampung. ”Seharusnya pemerintah lebih maksimal dalam pelestarian bahasa Lampung,” kata ibu dua anak ini.

Kecintaannya kepada bahasa Lampung ia tuangkan tidak hanya lewat percakapan sehari-hari. Junaiyah juga kerap menulis buku dan kamus berbahasa Lampung. Kamus bahasa Lampung-Indonesia yang ditulisnya diterbitkan pada 1985 oleh Pusat Bahasa. Kemudian, pada 2002 kamus Lampung-Indonesia kembali ditebitkan oleh penerbit Balai Pustaka (BP).

Junaiyah sangat bersyukur atas karyanya yang bisa diterima masyarakat luas dan juga turut melestarikan bahasa Lampung.

Pada 2002, Junaiyah juga pernah mengajar bahasa Lampung di Program Studi Bahasa Lampung FKIP Unila. Setelah mengajar kurang lebih empat tahun, Pusat Bahasa di Jakarta pun tertarik dengan kiprahnya di bidang bahasa.

Ahli Bahasa

Sosok Junaiyah sangat inspiratif. Junaiyah kecil sangat suka dengan pelajaran mengarang. Nilai mengarangnya kala itu selalu tinggi, tak mengherankan jika dia begitu gemar menulis. “Nilai mengarang saya besar, Mas. Jadi saya senang sekali waktu itu,” kata wanita yang suka mendengarkan lagu klasik.

Selepas menyelesaikan studinya di SMAN 1 Metro, Junaiyah melanjutkan pendidikan sarjana mudanya di FKIP Unila. Wanita yang memiliki hobi membaca itu begitu telaten dengan bidang yang digelutinya. Ia akan sangat sungguh-sungguh dengan apa yang ingin dicapainya.

Prinsipnya, ia selalu fokus dengan cita-cita yang ingin diraih. ”Jika belajar ya sungguh-sungguh, kalau main juga sungguh-sungguh, hehehe,” kata wanita berjilbab itu.

Wanita doktor bahasa ini juga aktif mengikuti berbagai seminar kebahasaan. Selain itu, ia juga sering menjadi narasumber dalam acara kebahasaan. Hal ini tentunya menambah jam terbangnya dalam bidang yang ia geluti sejak usia 20 tahunan. Wanita yang ramah ini juga kerap memberikan penyuluhan yang berkaitan kebahasaan.

Kecintaannya pada berbagai bahasa membuatnya memiliki prestasi yang tinggi. Ia pernah mengikuti kursus bahasa Inggris dan mendapatkan predikat yang sangat memuaskan sehingga beasiswa pun berdatangan kepadanya.

Pada 1970-an sebenarnya ia mendapatkan beasiswa ke Amerika Serikat. Namun, beasiswa itu tak diambilnya. Anak-anaknya kala itu masih usia sekolah dasar sehingga ia memutuskan mengasuh anaknya. “Saya lebih memilih keluarga, Mas,” kata wanita yang penyabar ini.

Walaupun beasiswa ke Amerika tidak diambilnya, ia sukses meraih gelar doktornya dengan predikat tercepat. Ini merupakan prestasi yang luar biasa di usianya yang tidak lagi muda. Kala itu, usianya 60-an tahun.

Ia harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan yang terbaik. Alhasil, banyak teman yang terheran-heran, Junaiyah bisa menjadi lulusan tercepat. “Waktu saya ujian disertasi, teman-teman saya banyak Mas yang datang,” kata wanita yang ingin terus berkarya ini. (M1)


Sumber:
Lentera, Lampung Post, Minggu, 9 Maret 2014

Rudy Sugiyono

About the Author

Rudy Sugiyono


Comments

    • Belum ada komentar pada artikel ini...