
Sikap tegas Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok meninggalkan Partai Gerindra demi menolak pemilihan kepala daerah lewat DPRD, menular ke berbagai daerah.
Satu per satu kepala daerah tampil menyuarakan perlawanan terhadap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang digiring Koalisi Merah Putih melalui fraksi-fraksi di DPR RI.
Tak terkecuali di Lampung, para kepala daerah menentang keras RUU Pilkada. Mereka yang menolak pilkada tak langsung, antara lain, Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri, Wali Kota Bandar Lampug Herman HN, Bupati Lamteng Achmad Pairin, Bupati Lamsel Rycko Menoza, Bupati Pesawaran Aries Sandi, Bupati Tanggamus Bambamg Kurniawan, Bupati Mesuji Khamamik, Wakil Bupati Tuba Heri Wardoyo.
Bachtiar mengatakan, jika kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD, maka hal tersebut merupakan suatu kemunduran dalam sistem demokrasi di Indonesia.
"Mengapa kita harus mengubah sesuatu yang menurut saya sudah baik. Karena power kekuasaan itu ada pada rakyat," kata Bachtiar, Kamis (11/9/2014).
Disinggung pilkada langsung akan menimbulkan berbagai konflik, Bachtiar membantah anggapang tersebut.
"Buktinya sekarang, sudah lewat pemilihan gubernur dan saya masih berpelukan dengan Pak Herman HN. Itu (konflik) mungkin hanya pada waktu kita mau pilkada," paparnya.
Wali Kota Bandar Lampung Herman HN pun menegaskan tak setuju kepala daerah dipilih DPRD. "Saya akan melawan partai. RT (Rukun Tetangga) dan presiden saja dipilih rakyat," ujar Herman saat menghadiri rapat Koordinasi Luar Biasa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menolak pilkada melalui DPRD di Jakarta Pusat, Kamis.
Herman mengatakan, ia sepakat pada pilkada yang langsung dipilih oleh rakyat. Sebab jika dipilih oleh DPRD, maka kepala daerah akan takut kepada DPRD, bukan pada rakyat. "Saya setuju via rakyat karena dekat dengan rakyat. Jika dipilih DPRD, kepala daerah takut DPRD. Maka lebih baik karena lebih membentuk Program rakyat," ujarnya.
Bupati Lampung Tengah Achmad Pairin pun mengaku lebih setuju pilkada langsung daripada melalui parlemen. Menurut Pairin, pilkada langsung lebih menjiwai makna dari demokrasi. Menurut dia, pesta demokrasi menyangkut rakyat, tak terkecuali pemilihan kepala daerah.
"Saya lebih memilih pemilihan (kepala daerah) secara langsung. Hal itu karena mereka yang terpilih akan mempunyai tanggung jawab kepada yang memilih," terang Pairin, Kamis.
"Kita akan merasa mempunyai tanggung jawab dan merasa memimpin ketika proses pemilihan dilakukan oleh rakyat. Saya tak yakin jika hal itu dilakukan oleh dewan saja," imbuhnya.
Pairin pun mengaku ragu, jika kepala daerah dipilih DPRD maka kebijakan yang akan diambil kepala daerah akan berpihak kepada rakyat.
Sementara Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza SZP pun secara pribadi mendukung kepala daerah dipilih langusng oleh rakyat. Ia mengatakan, pemilihan secara langsung akan lebih membuat gubernur dan bupati terpilih memiliki rasa tanggung jawab kepada rakyat.
Ia juga menilai pemilihan pilkada lansung juga akan memberi peluang kepada calon-calon diluar partai yang memiliki kapabilitas untuk bisa mencalonkan dirinya dan dipilih oleh rakyat. Dengan pemilihan langsung saat ini, lanjutnya, memberi kesempatan kepada kalangan muda untuk bisa muncul menjadi bupati dan gubernur.
"Hal itu tidak mungkin terjadi dalam pilkada oleh DPRD. Sebab calon akan diusulkan oleh partai. Akan sulit muncul figur-figur terbaik yang tidak dari partai untuk juga dapat memimpin," ungkapnya, Kamis.
Sebagai pimpinan daerah melalui pemilihan langsung, Rycko berpendapat pilkada lewat DPRD akan membuat kepala daerah tersandera oleh kepentingan para wakil rakyat di DPRD. Dampaknya, pemimpin daerah akan jarang turun langsung ke bawah untuk mengetahui keluhan dan aspirasi masyarakatnya. Terkait dengan alasan mahalnya biaya pilkada langsung, menurutnya, dapat diatasi dengan membuat aturan-aturan yang efektif.
Sumber : Tribunnews
Comments